Siapa bilang menulis puisi tak bisa diajarkan? Nyatanya, dalam buku
ini, Budi Maryono sangat kekurangan halaman dalam mengajarkan. Memang
cara dia mengajar tidak teoretis tetapi memberikan contoh-contoh
pengalaman yang menyegarkan. Praktis, simpel, dan empiris. --- Handry Tm, penyair dan novelis
Buku ini menjadi menarik, dan tentu saja juga bermakna serta berarti,
terutama karena penulisnya tidak memosisikan realitas keberadaannya
sebagai guru yang sedang mengajar murid. Melainkan
lebih sebagai seorang temanBaik sedang, dengan rileks, mengajak kesemua
kita (yang merupakan kawan-kawan baik baginya) untuk menulis puisi
dengan melibatkan hati. Itulah sebab mengapa isi buku ini sungguh mudah
dipahami dan menyodorkan banyak jenis keleluasaan bagi pembaca untuk
mempraktikkannya. --- Timur Suprabana, penyair dan facebooker
Penerbit: Gigih Pustaka Mandiri. Ukuran: 13 x 19 cm. Tebal: 105 halaman. Harga : Rp 35.000.
Sabtu, 18 Juni 2016
Jumat, 29 April 2016
Buku Pembuka Jalan
KETIKA jalan-jalan sendiri dan melihat apapun yang mestinya kuberikan pada Tia, melihat apapun yang pernah aku janjikan namun belum kutunaikan, rindu ini segera bercampur dengan rasa bersalah dan aku bisa tak henti-henti mengunyah. Tapi alih-alih hancur, rindu dan rasa bersalah makin mengecambah. Pada saat seperti itu aku merasakan benar, cintaku padanya sangatlah dalam. Begitu dalam hingga mungkin tak selalu kelihatan (hal. 392).
Bapak. Meskipun dalam agama nilainya 1, sedangkan Ibu bernilai 3, tak lantas berarti Bapak tak berharga. Benar bahwa Ibu bernilai 3, tapi bukankah angka 3 berawal dari angka 1 yang dikalikan 3. Mengunyah Rindu memanglah sebuah curhat Bapak mengenai keluarganya, yaitu istri dan anaknya. Curhat yang barangkali mewakili perasaan para Bapak di luar sana. Curhat yang lebih banyak dipendam dan tetap menjadi teka-teki hingga sekarang, kenapa seorang Bapak lebih sedikit bicara ketimbang Ibu. Sebab apa yang disampaikan dalam buku ini bukanlah fiksi, melainkan fakta yang dikemas seperti novel. Semua tokoh dalam cerita ini begitu hidup.
Melalui buku ini pembaca disuguhkan paket lengkap, jika umumnya pada novel kita hanya digiring untuk fokus pada satu tokoh utama, tapi dalam buku ini semua adalah tokoh penting. Meskipun penulis hanya menceritakan istri dan anak-anaknya, tapi mereka bisa tampil begitu riil. Dan banyak hal yang bisa diambil sebagai manfaat, dari lima tokoh yang memiliki karakter berbeda-beda. Ada Bapak yang selalu berusaha menjadi orang paling 'yakin' meskipun ketakpastian adalah menu sehari-hari. Ibu yang selalu menjadi tempat menenangkan diri. Tia si Anak Sulung yang sangat beruntung karena memiliki Bapak yang bisa begitu "hadir" dalam hidupnya. Biru yang meskipun keras kepala, tapi penyayang. Serta Gigih, si Bungsu yang punya banyak pertanyaan di luar dugaan.
Buku ini setidaknya akan menjadi pembuka jalan bagi siapa pun yang ingin pulang, tetapi terkendala ego dan waktu. Sebab bagaimanapun, pulang adalah hak bagi mereka yang pernah berangkat.
--review Destaayu Wulandari di goodreads.com
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama. Ukuran: 13,5 x 20 cm. Tebal: 416 halaman. Softcover. Harga : Rp 95.000
Bapak. Meskipun dalam agama nilainya 1, sedangkan Ibu bernilai 3, tak lantas berarti Bapak tak berharga. Benar bahwa Ibu bernilai 3, tapi bukankah angka 3 berawal dari angka 1 yang dikalikan 3. Mengunyah Rindu memanglah sebuah curhat Bapak mengenai keluarganya, yaitu istri dan anaknya. Curhat yang barangkali mewakili perasaan para Bapak di luar sana. Curhat yang lebih banyak dipendam dan tetap menjadi teka-teki hingga sekarang, kenapa seorang Bapak lebih sedikit bicara ketimbang Ibu. Sebab apa yang disampaikan dalam buku ini bukanlah fiksi, melainkan fakta yang dikemas seperti novel. Semua tokoh dalam cerita ini begitu hidup.
Melalui buku ini pembaca disuguhkan paket lengkap, jika umumnya pada novel kita hanya digiring untuk fokus pada satu tokoh utama, tapi dalam buku ini semua adalah tokoh penting. Meskipun penulis hanya menceritakan istri dan anak-anaknya, tapi mereka bisa tampil begitu riil. Dan banyak hal yang bisa diambil sebagai manfaat, dari lima tokoh yang memiliki karakter berbeda-beda. Ada Bapak yang selalu berusaha menjadi orang paling 'yakin' meskipun ketakpastian adalah menu sehari-hari. Ibu yang selalu menjadi tempat menenangkan diri. Tia si Anak Sulung yang sangat beruntung karena memiliki Bapak yang bisa begitu "hadir" dalam hidupnya. Biru yang meskipun keras kepala, tapi penyayang. Serta Gigih, si Bungsu yang punya banyak pertanyaan di luar dugaan.
Buku ini setidaknya akan menjadi pembuka jalan bagi siapa pun yang ingin pulang, tetapi terkendala ego dan waktu. Sebab bagaimanapun, pulang adalah hak bagi mereka yang pernah berangkat.
--review Destaayu Wulandari di goodreads.com
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama. Ukuran: 13,5 x 20 cm. Tebal: 416 halaman. Softcover. Harga : Rp 95.000
Langganan:
Postingan (Atom)
Relevansi Terdalam
Benang merah keseluruhan cerita ada pada pertanya-an tentang komitmen. Ketika seorang suami jatuh cinta pada istri orang lain, apakah ia sed...

-
INI buku kedua “berbagi cerita berbagi hati”, setelah Mengunyah Rindu (Gramedia Pustaka Utama, 2016). Buku pertama memuat catatan harian t...
-
BUKU ini berisi 15 cerita tentang ibu karya 15 pengarang dengan beragam latar belakang. Ada pelajar, ada guru, ada karyawan, ada mahasi...